Kerajaan Pertengahan
Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen.[33] Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota ke Itjtawy di Oasis Faiyum.[34] Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut "tembok-tembok penguasa" (Walls-of-the-Ruler), sebagai perlindungan dari serangan asing.[35]Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan. Berbeda dengan pandangan elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan kesalehan pribadi. Selain itu, muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah akhirat; setiap orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat.[36] Sastra Kerajaan Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya diri dan elok,[31] sementara relief dan pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.[37]
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran ke Periode Menengah Kedua pada dinasti ke-13 dan 14. Selama masa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar